Kali ini gue mau posting tentang sesuatu yang aga berat. Sesuatu yang bau-bau teknik.
Kenapa?
Heem soalnya nama blog ini adalah "Lil Engineer" yang artinya adalah engineer kecil. Secara pribadi biarpun gue lagi sekolah S2 dan ambil teknik sipil (lagi), biarpun lebih ke pengelolaan sumber daya airnya, sejujurnya gue belum bisa seyakin itu untuk menjadi seorang engineer teknik sipil. Kaya sadar betul dunia gue ga disitu, dalam artian gue gabisa membayangkan hidup gue untuk berkutat dari pagi sampe malem menghitung semua angka-angka yang ada. Ndak sanggup akutuh...Tapi, bukan berarti gue ga suka dunia teknik sipil ini.
Suka kok, gue sejujurnya tertarik sama beberapa hal yang berkaitan dengan lingkungan dan peranan seorang insinyur untuk menjaga alam.
Kali ini peps, gue pengen bahas soal rumah tumbuh.
General Overview
Buat yang belum tau rumah tumbuh itu apa, rumah tumbuh adalah sebuah konsep dimana rumah ini direncanakan sejak awal untuk di bangun secara bertahap.Sebenernya konsep rumah tumbuh ini sendiri udah ada lamaaaaaaaa banget. Gue bisa bilang udah ada lama banget karena gue udah baca buku-buku soal arsitektur tanah dari jaman kapan dan konsep gini tuh udah sering di bahas. Btw buku yang gue baca ini punya bapak dan gambarnya aja yg masih hand drawing. Kebayang ga tuh bukunya udah umur berapa 😅
Gimana sih ngerencanain rumah tumbuh?
Misal kalian beli rumah kavling jaman now, biasanya sisa tanahnya lumayan tuh. Tapii kebutuhan ruangan kalian ini ga cukup peps. Nah, disitu kalian mulai ngebangun pelan-pelan kaya gambar di bawah ini kurang lebih.
Sumber Gambar |
Contoh real soal , sekarang gue tinggal di rusun semi apartemen. Luas 44 meter persegi seinget gue mah, dan terdiri dari 2 kamar. Lalu gue udah beli rumah nih, luas 45 meter persegi. Isinya 2 kamar juga. Yaa kalau di logika mah sama aja kan gue pindah ga pindah? Tetep numpuk barang.
Permalahannya adalah, ini semua barang adalah barang yang gue butuh atau kado dari nikahan. Jadi gamungkin di reduksi lagi.
Tapi gue kudu pindah.
Alasan gue pengen cepet pindah saat ini adalah tumbuh kembang anak gue, rara.
Waktu berdua sama suami, rusun yang gue tempatin sekarang cukup banget. Seenggaknya gue punya ruangan untuk naro barang dagangan dan sampel Binangkit Souvenir.
Sekarang, kalau ada pesenan yang ada rara gabisa main karena rumah udah penuh sama barang pesenan yang harus ada QC sebelum dikirim.
Ditambah, kalau gue nugas yaa gue suka merasa diserang sama rara karena emang gue nugas di tempat dimana dia biasa main.
Lalu artinya apa?
Artinya kalaupun gue pindah, gue ga akan punya cukup ruang untuk rara bermain, gue nugas, dan melakukan QC untuk pesenannya Binangkit Souvenir.Makanya nih, gue harus merenov rumah dan memanfaatkan sisa tanah yang ada sebaik mungkin. Inilah keunggulan beli rumah kavling ketimbang rusun atau apartmen.
Tapi, ayolah kawan, kalau kalian tau biaya bangun rumah itu ga murah. Apalagi kalau kalian ingin kondisi yang layak untuk ditinggali.
Makanya nih, konsep rumah tumbuh buat gue adalah solusi. Dan karena itu pula gue rasa, kali ini gue mau share soal rumah tumbuh sama kalian.
Kenapa Rumah Tumbuh?
Jadi gini, seperti yang gue bilang di atas, rumah tumbuh ini rumah ini direncanakan sejak awal untuk di bangun secara bertahap.Penjelasan lebih gampangnya gini, kalian akan ngebangun suatu rumah impian yang kalian tau nanti wujudnya kaan kaya apa. Tapi kalian tuh nyicil bangunnya, nambah dapur dulu, nambah kamar lagi, nambah ruangan ini, nambah ruangan itu, dan seterusnya sampe akhirnya kalian dapetin bangunan akhir sesuai impian kalian.
Dalam kasus gue, kemungkinan terbesar ruangan yang akan gue bikin adalah ruang makan, tempat cuci, dan Show Room Binangkit Souvenir. Ruangan lainnya akan mengikuti.
Mari kita bermain kasar.
Secara perhitungan, buat ngebangun rumah diperlukan biaya sekitar 4 juta per meter persegi. Iya bisa kurang atau lebih, tapi kan kita mau main kasar 😉Sumber Gambar |
Rumah yang gue punya berukuran 5,75 m x 15 m kurang lebih atau sekitar 86 m persegi. Saat ini udah terbangun bangunan 45 meter persegi, tapi terdiri dari dua lantai.
Terus, kalau anggaplah gue mau bangun rumah cuma sepanjang 10 meter karena sisanya gue biarkan untuk lahan parkir. Ditambah rumah yang gue akan bangun ada dua tingkat.
Artinya akan ngebangun seluas:
5,75 meter x 10 meter x 2 - 45 meter persegi
= 70 meter persegi
Dengan biaya rata-rata ngebangun 4 juta rupiah per meter persegi,
maka gue butuh biaya ngebangun:
Rp 4.000.000 x 70
= Rp 280.000.000
Gue mah ga tertarik, sedih yang ada karena jujur gue ga pegang uang segitu.
Ini baru biaya ngebangun biasa, belum sama ngisi rumah. Oh tentunya juga sama belum harga beli rumah yaa sodara-sodara.
Lalu apa hubungan biaya ini sama rumah tumbuh?
Nah, dengan menerapkan konsep rumah rumah tumbuh ini, kalian cuma perlu membangun rumah secara bertahap.Gaharus keluar Rp 280.000.000 banget ya peps :")
Dalam kasus gue, kemungkinan gue mau ngebangun rumah sekitar sepanjang 3 meter di kedua lantai atau seluas 34,5. Yang artinya gue bakalan butuh biaya sekitar setengah dari perkiraan total, Rp 140.000.000.
Gue ga bilang itu sedikit, tapi cuma butuh setengahnya peps.
Dan dengan biaya segitu, gue bisa hidup relatif dengan rumah yang lebih layak. Dalam artian flow kehidupan di rumah lebih tertata.
Tapi perlu diingat juga!
Harga ini bisa berubah gimana prioritas kalian.Misal, eh ternyata gue cuma mau bangun sepanjang 3 meter di lantai 1 aja dulu, yaa artinya kan gue cuma perlu Rp 70.000.000 buat ngebangun.
Engga cuma biaya,
Rumah tumbuh ini ga melulu soal kebutuhan biaya, tapi juga kebutuhan kalian secara general.Kaya yang gue bilang di atas, waktu gue cuma berdua, rusun seluas 44 meter persegi lebih dari cukup. Tapi engga ketika gue udah ada anak, ada babysitter, dan usaha yang lebih berkembang lagi.
Tapi juga dengan kebutuhan gue, gue ga butuh banget buat punya rumah seluas istana yang sampe rumah gue perlu dibangun semua.
Kalau belum butuh kenapa harus dibangun?
*Enak tau punya lebihan tanah
Inget peps, biaya renov itu lebih mahal daripada ngebangun. Atau kalau emang kalian hemat banget, minimal sama kaya biaya ngebangun.
Dari pada bayar dua kali, kenapa ga pakai konsep rumah tumbuh?
Kenapa Cocok untuk Milenial?
Sebagai kaum milenial yang udah menikah dan punya anak di umur 27 dan dengan gaji seadanya, bahas rumah ini sejujurnya kaya mimpi. Kalo ga nekat, yaa ga akan punya biarpun gue tau gue butuh rumah.
Oh iya, mohon maaf nih kalau kalian tipikal yang ga butuh rumah pasti pandangan kalian akan beda lagi. Tapi thaks udah baca sampe sini, semoga ilmunya bisa dipake waktu kalian udah butuh rumah.
Bedain hutang sama investasi!
Buat gue, dengan keadaan gue yang sekarang, punya rumah yang layak adalah investasi biarpun dalam kenyataannya buat beli rumah ini gue tetap berhutang.
Flow kehidupan di rumah lebih tertata ini gue percaya akan meningkatkan kualitas hidup. Anak gue punya ruangnya sendiri, gue punya ruangnya sendiri, dan suami gue bisa istirahat lebih baik.
Dan untuk dapetin yang kaya gini, ga ada salahnya buat ngeluarin uang.
Kasarnya, toh rumahnya kalau dijual, langsung balik modal. Beda kalau kalian hutang buat gengsi. Beda...
Jadi dengan bikin konsep rumah tumbuh, sebagai milenial kalian dikasih ruang untuk bernafas.
Yang Bisa Gue Saranin adalah...
Kalau kalian emang ingin menerapkan konsep rumah tumbuh, diskusi sama ahlinya, ambil jasa profesional yang kalian sreg PLUS menawarkan harga tercocok!
Sumber Gambar |
Kenapa harus jasa profesional?
Poin utama gue karena mereka lebih profesional ada hitam di atas putih dan ada masa perawatan.
Tapi pada dasarnya, Mereka punya ilmunya jadi bisa nyaranin sebaiknya kalian bikin rumah kaya apa, gimana penataannya. Plus kalian bisa dapetin gambar desain karena mereka ya emang pekerjaannya menawarkan jasa pembuatan desain dan ngebangun kan?
Jadi tuh masalah pipa air, pemasangan kabel, dan flow kehidupan kalian bisa lebih tertata dan ga keganggu sewaktu dilakukan pembangunan tahap berikutnya.
Dan yang ga kalah pentin, biarpun rumah kalain belum jadi kaya tujuan akhir, bangunannya tuh ga akan kelihatan kaya belum selesai. Duh engga banget!
Bahaya pula, apalagi kalau kalian merencakan bangunan dua lantai, tapi baru ngebangun satu lantai. Salah-salah, kalian kudu ngulang bikin atap atau dak karena udah rembes air 😞
Eh tapi harganya?
Nah makanya gue bilang pilih harga tercocok. Gue bangun rumah orang tua di Jakarta kemarin itu sendiri dalam artian manggil saudara yang biasa bangun rumah. Harapannya adalah biayanya bisa lebih murah karena gue udah nanya-nanya waktu tahun 2015 di Jakarta ngebangun secara profesional ada dikisaran 3,5 - 4 jt per meter.
Terus apa? Gue ngurus sendiri sampe ngenggu skripsi gue gara-gara baru sampe kampus di Purbalingga udah di telepon kudu balik lagi ke Jakarta. Gitu aja terus sampe akhirnya rumah gue jadi baru tenang ngurus skripsi.
DAN, abisnya sama sob.
Ga ada tuh namanya masa perawatan, ada yang rusak atau bocor dan sebagainya, bapak urang ngemodalan deui!
Tapi emang sih, untungnya yaa ada sodara. Jadi ngasih tambahan dan berbagi ke sodara juga.
Cuma untuk kalian yang ga punya sodara yang biasa ngebangun, atau kaya terlalu jauh sama mereka, plus ga ada waktu buat ngontrol sendiri, gue sangat menyarankan pilih jasa profesional aja.
Itu dia peps, sekian soal bahasan mengenai rumah tumbuh ala ambu. Semoga manfaat yaa peps!
Nanti kalau ada tambahan dan perkembangan soal rumah, bakalan di kabarin lagi yaa 💖💖